Literasi dan Derajat Penghuni Bumi

Masih nampak berserakan dan berhamburan di depan mata tumpukan barisan-barisan buku dan majalah. Masih tak terhitung dan terkira helai demi helai yang akan dilalui untuk menyikap dan menjarah muatan isinya. Padat, tipis dan bahkan lembaran pun terlihat elok saat dicicipi. Mungkin ada yang bosan dan bahkan tak hiraukan apa yang termuat di dalamnya. Berbagai macam sudut pandang dan interptetasi terejawantahkan untuk membuat tuannya ditinggikan derajatnya di sisi Sang Pencipta.
Ada banyak ruas yang tersusun rapi dan melilit onggokan yang semula terlihat kaku. Tersentuh dan terjarah oleh bacaan dan perhatian yang tinggi layaknya seorang yang jatuh pada ruang-ruang ketinduan. Itulah pecinta akan khazanah indahnya ilmu Tuhan yang tertuang dalam bentuk lembaran demi lembaran untuk mencipta dan mengkonsolidasikan pikiran demi mencapai tahta tertinggi derajat penghuni bumi.
"Akan diangkat oleh Allah derajat orang yang beriman dan orang-orang yang memiliki ilmu di antara penduduk bumi lainnya dengan meninggikannya beberapa derajat". Demikian ternukil jelas pada kitab Suci umat Islam bahwa mereka yang beriman pada Allah dan mereka yang selalu bergelut pada ilmu pengetahuan Me dapat sebuah jaminan untuk ditinggikan posisinya di antara manusia-manusia lainnya yang menghuni planet bumi.
Yang pastinya manusia selalu berpedoman pada sebuah keyakinan tentang sebuah kehidupan. Manusia lebih banyak tahu tentang dunia lain yang jauh dari dirinya hanya dengan sebuah buku. Cerita masa lampau dan kisah-kisah manusia-manusia hebat terdahulu sering kita temui dalam buku. Manifesto dari sebuah ciptaan manusia yang memiliki manfaat bagi manusia lainnya tak jauh dari mereka yang senantiasa bersama buku. Maka tak salah kiranya ketika sebuah potongan kalimat yang mengatakan bahwa "sebaik-baik teman di kala duduk adalah buku".
Masyarakat nusantara sepertinya menjauhkan dirinya secara perlahan dari buku. Terbukti dengan adanya riset yang dilakukan oleh Most Literate Nations in the World, pada Maret 2016 lalu, merilis pemeringkatan literasi internasional. Dalam rangking tersebut, In­donesia berada di urutan ke-60 di antara total 61 negara. Memang miris melihat kenyataan yang ada bahwa masyarakat Nusantara membiarkan dirinya jauh dari budaya literasi dan inilah faktanya. Bisa dibayangkan, dari 1000 orang di Indonesia, hanya 1 orang saja yang betul-betul tekun dalam membaca. Seperti apa lakon yang akan kita perbuat untuk menentukan arah bangsa dan mengubah wajah dunia di saat masyarakat kita tidak ulet dalam membaca.
Peran pemuda kiranya menjadi ujung tombak dalam membongkar kepenatan terhadap literasi. Mungkin inilah momen yang tepat untuk dijadikan sebagai langkah nyata dalam membangun budaya baca.
Rakyat Indonesia dengan senantiasa merindukan dan mencitakan keluhuran dan kesejahteraan sementara di sampingnya masih menjauhkan proses literasi. Tuhan memberi jaminan pasti terhadap hamba-Nya bahwa akan meninggikan keluhurannya dan meningkatkan kesejahteraannya ketika dia beriman dan memiliki ilmilu pengetahuan. Itu pasti.